Kait Tamang

From Akal Lokal
Pernikahan di Pulau Semau. (Foto: Buku Semau Beta, hal. 166)

Kait Tamang (bahasa Helong) merupakan serangkaian tradisi adat pernikahan. “Kait” berarti “tarik”, sedangkan “tamang” berarti “masuk”. Artinya, perempuan yang semula anak gadis orang dan berada di dalam keluarganya sendiri, setelah dinikahi ia dihitung masuk ke dalam keluarga seorang laki-laki.

Tahapan Ritual Pernikahan Suku Helong

Tanya Hati (Keket Kodale)

Masyarakat Helong tidak mengenal istilah pacaran. Jika ada pasangan yang kedapatan berpacaran maka orangtuanya langsung menanyakan kejelasan hubungan tersebut. Bila pasangan setuju maka hubungan itu harus memasuki tahap awal atau Tanya Hati (Keket Kodale). Tahap ini adalah tahap pendekatan untuk meminta persetujuan dan keseriusan dari pihak perempuan, tentang kesediaan dijadikan istri oleh pihak laki-laki. Jika setuju, kedua keluarga akan menentukan hari baik sebagai waktu pernikahan. Selanjutnya, masuk ke tahap berikutnya yang disebut sebagai upacara Hili-Hleken.

Masuk Minta (Hili-Hleken)

Upacara Hili-Hleken dimaksudkan untuk mengikat hubungan keluarga laki-laki dan perempuan. Hili berupa rempah-rempahan, yakni semacam obat magis untuk mengusir hewan perusak tanaman. Sedangkan Hleken berupa duri yang bisa digunakan untuk menambah kekuatan pagar supaya hewan tidak bisa masuk dan merusak tanaman dalam kebun. Maksudnya, si gadis diibaratkan anakan tebu atau pisang yang tumbuh di pekarangan rumah orang tua yang harus dilindungi dan dipagari agar tidak lagi tergoda dan terusik oleh orang lain.

Dalam upacara Hili-Hleken ada lima syair adat atau biasa disebut mulut mas (bahalila), yaitu:

  1. Buka poa, syair untuk membangunkan keluarga perempuan.
  2. Nodan le popoboahulung, syair permohonan untuk menyiram dan memupuk karena anak gadis diibaratkan pohon tunas tebu dan pisang.
  3. Nodan le tulu tapa hili hleken, syair pemasangan unsur magis di duri untuk menjaga dan melindungi si gadis.
  4. Tulu tapa ngala dukat, syair permohonan untuk memberitahukan nama si pemuda.
  5. Keket ketan osa nhaun, yaitu permintaan untuk memberitahukan jumlah bungkusan dan belis (bungkus khabut lila asu).

Bungkus Khabut

Ritual Pernikahan. (Foto: Buku Semau Beta, hal. 165)

Ini upacara penyerahan mas kawin. Tujuannya, memberi penghormatan dan penghargaan kepada orangtua calon mempelai perempuan. Ada 10 mulut mas yang disampaikan, yakni:

  1. Buka Poa: membangunkan keluarga si gadis.
  2. Nodan in siku sea: permohonan untuk mengambil si gadis, dibaratkan sebagai pemisahan tunas tebu dan pisang dari induknya.
  3. Nodan le tulu bungkus khabut: permohonan untuk menyerahkan bungkus khabut (mas kawin) ke pihak keluarga perempuan.
  4. Nodan le baen lila asu: permohonan untuk membayar gadis.
  5. Tututapa lila asu: menunjukkan belis yang sudah disepakati bersama kepada si gadis.
  6. Tulu tapa itin namonna lamtuaka ngala dukat: memberitahukan nama mempelai laki-laki dan kepribadiannya.
  7. Sikat pesang uilatu nol tai pesang tali: memberi wewenang kepada orangtua gadis untuk menegur dan menasehati si lelaki apabila terjadi kesalahan dalam perilaku saat nanti setelah berumah tangga.
  8. Nodan le mitang nalan tam lo duman hapun mam keket ketan deken: permohonan untuk tidak mempersoalkan keduanya di dalam melayani kedua keluarga.
  9. Nodan le kait tamang: permohonan untuk mengantar si gadis ke rumah mempelai laki-laki atau biasa dikenal dengan nama antaran atau lari burit.

Biasanya Bungkus Khabut lila asu/Belis berupa:

  • Emas (cincin, gelang, atau kalung yang beratnya 2 gram)
  • Sapu tangan sulam
  • Sapu tangan toko dan uang
  • Kain adat 1 lembar, kain kebaya 1 buah
  • Sirih 100 buah
  • Pinang bonak (pinang yang paling besar) 100 buah
  • Kue cucur besar (kue khas suku Helong) 125 buah
  • Pisang liong (pisang yang buahnya paling besar ) 1 tandan besar dan tidak kurang dari 100 biji

Setelah harinya ditentukan maka langkah selanjutnya, adalah Kait tamang (antar si gadis ke rumah mempelai laki-laki). Dalam tahap ini ada dua bentuk kegiatan, yaitu:

  1. Mula te: Mempelai perempuan diibaratkan sebagai pohon tebu atau pisang maka dia harus diantar untuk ditanam di keluarga laki-laki. Mereka membawa antaran serta segala sesuatu yang dibutuhkan untuk membangun sebuah keluarga.
  2. Tinang tai kai mana: Kedua mempelai diantar melihat tempat menimba air, serta tempat mengambil dan menyimpan kayu api.


Pada Kait tamang ini, keluarga mempelai laki-laki membawa belis, biasanya berupa dua ekor sapi. Jika tidak ada sapi, dapat digantikan dengan uang senilai Rp 5 juta. Pada saat sampai di rumah laki-laki maka Kaka Amang (tetua marga) mengucapkan Boablingin (salam) serta saling berjawab dan bermusyawarah. Setelah tercapai kemufakatan bersama, barulah kedua mempelai masuk ke dalam rumah keluarga laki-laki dan dilanjutkan dengan upacara pesta pernikahan, ditandai dengan pemotongan hewan serta perayaan pesta tari gong.

Tahapan Ritual Pernikahan Suku Rote

Secara prinsip, tahapan pernikahan adat masyarakat Semau yang berbasis Suku Rote mirip dengan Suku Helong, yakni terdiri atas tiga tahap: 1) Tanya Hati (Natane Dale), 2) Pinangan (Hili Hleken), dan 3) Penyerahan Belis Adat (Bungkus Khabut). Ketiga tahap tersebut memuat unsur mulut mas (syair adat) yang rinci. Di bagian ini, akan ditampilkan urutan-urutan mulut mas yang disampaikan oleh pihak mempelai laki-laki dalam ketiga tahap tersebut di atas.

Tanya Hati (Natane Dale)

“Buka bafanga au inang au amang au bafang neti losa, samado deta leo oe ka laesa. Kela au inang ma au amang nalou neu matana, kela au dadea boe, au inang pasak likidong ho nanene au ma amang boti matana au liku au.”

(“Saya membawa mulut mas sampai di hadapan bapa dan mama, seperti air satu gelas untuk bapa dan mama cuci muka, sehingga sebentar saya menyampaikan kepada bapa dan mama supaya bisa mendengar saya.”)

Au lako – lako de au lelu – lelu, ma au mete – mete au mete ka au inanga umana matana ma au lelu ku du amanga lona pona, te hundi ana ka do ma tefu ana ka moli nei, au inang umana matana ma molinei au amang lona pona de au hata doi ma au huke neu au inang ma au amang matane......”

(“Ketika jalan–jalan, saya melihat di depan rumah bapa dan mama telah tumbuh sebatang pisang dan sebatang tebu maka saya minta kepada bapa dan mama tolong tanya apakah sudah ada yang punya atau belum.”)

“Leo la au inang au amang duangita hele tafaiesa, hokela losondafaina mada kuna naledona, kela duangita taka bua selu, hokela au tao au papili au ngangaunga neu..........”

(“Begini, bapa dan mama kita tentukan satu hari supaya tiba pada saatnya saya bisa lakukan saya punya masuk minta.”)

“Leo au inang au amang, au hama dedenga neu na losa liaso ma neu nalukosa......”

(“Begini, bapa dan mama, saya punya pembicaraan cukup sampai disitu, saya minta bapa dan mama jangan kurang hati dengan saya.”)


Pinangan (Hili Hleken)

“Leo au inang nol au amang au bapanga tilosa ma au dasing au dokodoma au inang teu keu au amang ngala sama ka deta oe kala esa au kela au inang nakamumunga anamanga na lolu matanga au halanga naluku lesoma au dasinga losanga naluku leso ma au dasinga losangan dasi...”

(“Begini, bapa dan mama saya punya mulut mas sudah sampai di depan bapa dan mama seperti air satu gelas, bapa bisa kumur mulut, mama bisa cuci di muka atau di mata, supaya saya berbicara, bapa dan mama bisa lihat saya dan bapa juga dengar saya, saya punya permintaan cukup sekian untuk bapa dan mama.”)

“Leo ia au inang mo au amang tede ka lama te kikau faili dua ketala doinga leta la fai nau fai lei na ledoliaso. Denga den neu losa ma loke inang mai duka au hala doinga inanga ma au amanga kela liana basa duan dadea iuana kado tefu anaka, oekelak liana dei mana dadika mana molika molim duam tahena tangeta hadatanga ke tungeka biasana......”

(“Begini, bapa dan mama, sesuai dengan kesepakatan kita waktunya sudah tiba maka saya melangkahkan kaki saya sampai di hadapan bapa dan mama, mari kita satu hati membicarakan tentang apa yang kita sudah sepakati bersama sehingga ketika di dalam pembahasan/kesepakatan kita sudah setuju maka sesungguhnya kedua keluarga ini bukan lagi dua melainkan satu dan pengurusan ke depan dapat berjalan dengan baik.”)

“Leo ia au inang mo au amang tetekale faila duang ketu ketatalanduana tai huni anaka tefu anaka pokeleniamo taungangau na dei kela banainguna ta babulu hoke le mia na dei basan tababulu au halanga naduku dalenga lalosa hadanga loke tunguka biasana.....”

(“Begini bapa dan mama sesuai dengan kesepakatan kita tentang pisang dan tebu yang sekarang saya minta kepada bapa dan mama supaya bisa taruh saya punya pinangan sehingga hewan dari luar maupun hewan dari dalam jangan datang mengganggu, kita semua malam ini melihat bahwa semua pisang dan tebu sudah ada yang punya. Saya punya permintaan sampai disini.”)

“Leo ia au iang mo au amang totedeka tateaka dadeaka basako tefu anaka au tao ka tao ngangao nuliso. Au haldai au inang mo au amang semu........”

(“Begini, bapa dan mama, sekarang saya sudah taruh saya punya pinangan, oleh karena itu bapa dan mama jangan kurang hati dengan saya karena sesuai dengan kesepakatan kita bahwa waktunya adalah malam ini atau saat ini telah tiba, maka saya sudah simpan saya punya pinangan kepada kekasih yang ada.”)

“Leo ia au inang mo au amang tatedekala matatea kala huni anaka tefu anaka atau palingeso motao nggau neu so tadokoda no au inang mo au amangtekute autalan tahene talan taifaisa dukuna faiso dukuna ledoso au fotingina au tao papolinge, au halanga naluku leso ma au dasinga.....”

(“Begini, bapa dan mama, kita sudah setuju sama setuju, oleh karena itu saya minta kepada bapa dan mama supaya tiba saat berbicara tentang Hili Hleken, maka sesungguhnya harus punya bungkusan dan minta kepada bapa dan mama tiba saatnya saya bisa taruh saya punya bungkusan dan semua orang bisa lihat bahkan orang tua bisa melihat. Itu saya punya permintaan buat bapa dan mama.”)

“Leo ia au inang au amang tatedekala tateakanea au dokodomo au inang mata gong au amang uni haka mo tefu anaka bapilika ma ngauso sela fe taha felupana dekidei. Au kea na au iang leo mo au amang babulu leo, au halanga nalluku nalosa hadanga na loke tunguka biasana....”

(“Begini, bapa dan mama, sesungguhnya bapa sudah terima tetapi saya mau sebutkan buat bapa dan mama tentang si pria, supaya bapa dan mama bisa tahu dia punya nama sehingga besok lusa ketika panggil juga jangan salah panggil, kalau sebut jangan salah sebut, karena bapa dan mama sudah tau dia punya nama secara jelas.”)

“Leo ia au iang au amang duangita babuluso maduang taletaso, tau halang solota man tau halang au amang agama kela amang man taleta boema talela boema agama boe, babulu uni ka tefu anaka.....”

(“Begini, bapa dan mama, saya punya mulut mas sudah sampai di hadapan pemerintah dan agama, supaya pemerintah dan agama turut menyaksikan tentang si gadis ini sudah ada pinangan sehingga besok lusa ketika si pria si gadis berjalan bersama–sama, baik dari pihak pemerintah maupun agama supaya jangan kaget karena melihat keduanya berjalan samasama. Itu saja permintaan saya untuk bapa dan mama.”)

“Leo ia au iang mo au amang duangita helitafai dei tai saledolodei au dukuna ledosona fungi au tapoki papolengmai pokele lia ana duang tau lelena tau babulu....”

(“Begini, bapa dengan mama, kita tentukan satu hari dulu untuk tiba saatnya saya bisa bawa bungkusan untuk bapa dan mama, supaya bisa melihat tentang bungkusan saya. Itu saja permintaan saya kepada bapa dan mama.”)

“Leu ia au mo au amang au halo manadeinanga nalukuleiso kolanga nunulosanga mobosoboeka bosokodae huke ma bali tau ngalanga naluku dasinga lelosa...”

(“Begini, bapa dan mama, saya punya pembicaraan cukup sekian, oleh karena itu saya minta kepada bapa dan mama jangan kurang hati dengan saya karena itulah pembicaraan saya buat bapa dan mama.”)


Penyerahan Belis Adat (Bungkus Khabut)

“Leo ia au inang mo au amang au mai kanosi na au inang daka hau hanga kein hapu lelasasodobei main hapu lelasamanosi fe au mamalakauno kelaseluba au babuluka au kalela......”

(“Begini, bapa dan mama, saya tanya kepada bapa dan mama, sudah ada waktu luang atau belum, kalau belum ada waktu tolong kasih tahu saya atau kalau sudah ada waktu luang supaya sebentar kita bisa antaran.”)

Sesudah masuk di dalam rumah calon mempelai perempuan

“Soda ….....mole baptineu, basan – basan malenak bating au inang au amang tetebekala matatea kala duata ketutekata talan - talan ma luin mailaluso mai dukuso taokatanioseu neu au inang no au amang dai lako – lako kasala maana nei mo atau papadeika sala sonaf boso bingodase daema.....”

(“Syalom! Selamat siang untuk bapa dan mama, sesuai dengan kesepakatan kita maka saya datang dan berdiri di depan rumah bapa dan mama, seandainya saya berdiri salah tempat saya minta dengan hormat kepada bapa dan mama supaya jangan kurang hati dengan saya, tolong beritahu saya lebih jelas supaya ketika saya sampai saya bisa perbaiki saya punya kesalahan berdiri, atau ketika saya salah jalan saya bisa perbaiki saya punya perjalanan supaya bapa dan mama juga bisa mengerti dan tahu secara jelas kedatangan saya dan benar-benar bapa dan mama terima saya.”)

Leu ia au inang ma au amang tetebekalama tateakala kolinu nai duku tamai tadei metena leki – leki au amang deudokodoma tai huni nang au iang no au amang konamakadelai ma dei makona koi besi lai doi takatu mai hada lai ma na don tatuku hada leika dadeo kolabe nakela au halang teke badau den dasing tunge hada mana loke tudenga biasana.....”

(“Begini, bapa dan mama, ketika saya datang saya lihat bapa ternyata bapa duduk di atas kursi emas dan mama tidur di atas tempat tidur, maka saya minta dengan rendah hati bapa dan mama jangan kurang hati dengan saya, sebentar bapa dan mama bisa turun ke bawah duduk di atas tikar adat supaya sebentar kita bisa bicara.”)

Mulut mas untuk orangtua

(“Leu au inang ma au amang ketebekala ia makadeikadoita ketu ke tala dong tengunei tala damai doi mau mete – mete tau iang au amang na ea au inang naha matakana belaka au naka hudika. Lia sama telooeka la ma no e la biasa kela ka lou au amang matang deima au inang au kela seu fulafe yang bisa lelu au.....”)

(“Begini, bapa dan mama, ketika saya punya mulut mas sampai di hadapan bapa dan mama tunggu, memang pekerjaan menunggu sangat membosankan dan saya tahu bapa dan mama lelah, oleh karena itu saya punya mulut mas sampai di hadapan mama dan bapa merupakan air segelas dan juga kelapa satu potong supaya sebentar saya bisa ramas bapa. Ketika saya berbicara bapa dan mama bisa mendengar saya. Itu saja permintaan saya untuk bapa dan mama.”)

“Leu ia au inang au amang tebekala matateakala faila uni anaka tefu anaka naguso tau dokodo te hunamo makapetaso ma dona sa au daeso dau kali ka te au kela tu tates tate au pokela lana dei au tatede likan dale neu ka poki esa ma dani pole sa......”

(“Begini, bapa dan mama, ketika saya lihat dan berbicara tentang tebu dan pisang, saatnya telah tiba, saya minta kepada bapa dan mama sekarang saya mau cangkul, saya mau tanam sendiri supaya saya bisa siram dan subur, dan bila subur dia akan membawa bunga dan buah untuk kedua keluarga.”)

“Leo ia au iang au amang tetebeka lamatateaka unianaka tefu anaka manungapilinga mongauso au inang matanga au inang idunga au dokodo au iang au amang au kela liana selupata belipau au kela au inang amang lelak manapaleta boenaelak daan agama boenaselak......”

(“Begini, bapa dan mama, karena saya sudah sampaikan kepada bapa dan mama, bahwa berbicara tentang pisang dan tebu, saatnya telah tiba saya punya mulut mas sampai. di hadapan bapa dan mama, saya minta kepada bapa dan mama supaya sebentar saya bisa taruh saya punya tanda terima kasih merupakan belis buat bapa dan mama. Itu saja permintaan dari saya.”)

“Leo ia au iang ma au amang tetebekala matakala atabelinga ta aupanganodisongo au dokodonga au iang au amang mete naka maka naena maka nenidai mai na dai talito basa.....”

(“Begini, bapa dan mama, saya sudah taruh saya punya ucapan terima kasih merupakan adat di hadapan bapa dan mama, oleh karena itu saya minta dengan rendah hati buat bapa dan mama boleh buka kembali dan lihat kalau cukup untuk kita semua, tapi kalau tidak cukup jangan malu hati dengan saya kasih tahu saya supaya saya mencari dan dapat memenuhi semuanya itu. Itu saja permintaan saya untuk mama dan bapa.”)

(“Leo ia au iang mo au amang au mete – mete mo au litu tetebekala teteakala bulasinga nulin mateluk – teluk piara te mamanga ne lituanga taidalen manatuau nuliela. Atabuluka tukukabalenga balena au inanga lasanga suilasai. Susanekena au halanga tekebalunga dasin detan bauna loki tungi kabiasana...”

“Begini, bapa dan mama, ketika saya lihat terbukti dan ternyata selama sembilan bulan dan tiga tahun di atas pangkuan mama, mama piara saya oleh karena itu ini bukan merupakan bayaran untuk mama tapi ini merupakan ucapan terima kasih buat air susu mama karena selama sembilan bulan dan tiga tahun, mama siang malam tidak pernah lelah demi karena piara saya oleh karena itu terimalah ini.”)

Leu ia au iang au amang au halangatetilosa selu au dasinga teduku selu tetedekala teakola neda kala. Leu ia na bukan samama beasa tetouk ita leo aila malole batuhu malole au kela lia na au tong isi huli fe au kela baala au ua ia auleokatapalasa, tetuna tema au kela balada desa tonga malonge hau makata neo to ma au amang tekedona dasi lakotung tadana biasana.....”

(“Begini, bapa dan mama, ini bukan merupakan bayaran buat to’o ketika saya lihat itu merupakan pohon kayu yang kuat ketika besok lusa saya melangkah bila dalam rumah tangga saya, harapan dari saya untuk to’o supaya bisa mendoakan saya agar di dalam rumah tangga saya penuh dengan damai sejahtera, bahagia karena saya ingat nasihat dan kasih sayang dari to’o.”)

Leu ia au iang au amang au halanga dasinga se au inang matanga dukuna au amang idunga. Aukanusin namakalanga makalanga au amang tetebekala tafeakala au inang poanalena ma au amang ladi nau poanaa lina lena sain kada nona malafa 163 ketun kada lalena heu lian abukan au inang au amang tiasama ta au halan tekan baing dasinga lako fungi tahadatanga lako fungi biasana....”

(“Begini, bapa dan mama, ketika saya ingat bahwa sewaktu saya masih kecil mama piara saya, kain yang mama pakai terobek di badan atau tubuh dan kain sarung yang bapa pakai putus di pinggang demi karena saya dan cari nafkah. Oleh karena itu bukan imbalan untuk mama dan bapa, tapi ini merupakan kasih sayang buat mama dan bapa. Tolong berdoa untuk saya supaya rumah tangga saya bahagia. Itu saja permintaan saya untuk bapa dan mama.”)

“Leo ia au inang mo au amang bafang taelu sa felu dasing ta duku selu losa inang au amang idunga tatebekala au iang paleta au amang paleta tau dokodo tai boni au iang mapolinga ma nakeo au amang paleta maleo. Au kelaka au kala ina au kalakona nakala dolu au luli ba loe makaluli au halan tekan dasin lako fungi tadangana lopefungi biasana.....”

(“Begini, bapa dan mama, hari kemarin bapa dengan mama masih perintah tapi saatnya telah tiba, dengan rendah hati saya minta kepada bapa dan mama tolong kasih turun bapa punya perintah, saya mau perintah lagi. Ketika saya berjalan ke timur dia juga ke timur, ketika ke barat dia juga ke barat. Itulah permitaan saya untuk bapa dan mama.”)

Leo ia au iang au amang tatabekala matataekala uma dua malo’o dua dau hala doi au dokodo ke au inang au amang hatu nalakison le man hatu nala nekonosono au falang teken dasing lako fungi fadanga loke fungi biasana.........”

(“Begini, bapa dan mama, orang tua juga dua rumah juga dua, oleh karena itu ketika kami berjalan kalau berat dapat di sebelah timur maka yang di bagian barat jangan kurang hati, air satu pikul di sebelah barat satu di sebelah timur, karena bapa bukan melahirkan anak perempuan melainkan anak laki- laki, oleh karena itu bapa dan mama, inilah anakmu lakukan perintah bapa dan mama. Itu saja permintaan saya untuk bapa dan mama.”)

“Leu ia au inang ma au amang talilia natungagau inang matangama ueledefo au amang bala uea anikasakala, tefa leo maitatedeka mai bongi mata tadeka kau lae halan.....”

(“Begini, bapa dan mama, saya punya mulut mas di hadapan bapa dan mama, saya tahu bahwa tali bapa sudah siapkan rotan, ketika saya melangkah salah bapa jangan takut untuk mau ikat atau pukul silahkan karena bapa bukan melahirkan anak perempuan melainkan anak laki – laki. Itu saja permintaan saya buat bapa dan mama.”)

“Leu ia au inang au amang kela fena dei kelaaulunga dei kela au inang balunga au amang nalelak. Au halan tekan dasin lako fungi tadangana lope fungi biasana.......”

(“Begini, bapa dan mama, saya harus beritahu bapa dan mama dia punya nama dulu supaya besok lusa bapa panggil jangan panggil salah-salah atau suruh jangan suruh salah. Melainkan sudah tahu jelas dia punya nama. Itu saja permintaan saya untuk mama dan bapa.”)


Untuk pemerintah dan agama

“Leu ia na au iang au amang paletanga au amang agama tetebeka faika faisa ledo ka ledoso deselufa lo hausau iang mai mokadopasaka kela au amang paletanga nol au au amang agamanga babulu kela manoli fena kapada fei maidei au halang tekan....”

(“Begini, bapa dan mama, pemerintah dan agama saya punya mulut mas sudah sampai di hadapan pemerintah dan agama sebentar ketika istri saya sudah dijemput untuk datang di depan sini bapa pemerintah dan agama bisa memberikan nasehat untuk istri saya.”)

Penjemputan nona dari dalam kamar

“Leu au inang au amang tetebekala tateakala. Dokonapuaka leli mamanadei uileina dodoko nupono doa inang ma au amang feu fato me fasa ka dei tom mai no kadei basan tita titalea buluka bulu leo, au halan tekan ban dasin banama laiko tuita tungita biasana......”

(“Begini, bapa dan mama, saya tahu bahwa istri saya ada di tempatnya tapi saya minta bapa dan mama tolong sebentar boleh jemput untuk datang di depan sini supaya dari pihak pemerintah dan agama turut melihat tentang perkawinan antara kami berdua. Itu saja permintaan saya buat bapa dan mama.”)

“Leu ia au inang au amang au dasing oe ka kolanga ma dadadeanga nenuluku neu so mamanalosu neu so,tebosoba idong boe be matang boe basoboe hulunga basoboe tau halangalukuliasa au dasinga taliaso....”

(“Begini, bapa dan mama, saya punya mulut mas sudah sampai di hadapan bapa dan mama karena saya punya pembicaraan sudah sampai sekian, oleh karena itu saya minta dengan rendah hati kepada bapa dan mama jangan lagi kurang hati dengan saya, karena pembicaraan saya cukup sekian.”)

Sumber:

Lopulalan, Dicky. 2016. Semau Beta. Denpasar: Bali Lite Institute