Naga Naga
Selain menentukan saat yang tepat untuk bertani, perbintangan juga digunakan menentukan posisi yang paling baik dalam memulai pekerjaan. Penentuan dilakukan dengan memperhatikan konfigurasi bintang-bintang serupa naga atau naha dalam bahasa Gorontalo.[1]
Perhatian diarahkan ada posisi kepala, perut, belakang, dan ekor “sang naga” tersebut di langit. Keempat bagian tubuh ini menjadi pedoman dalam menentukan posisi yang baik dalam memulai semua pekerjaan, seperti mendirikan rumah, turun perang, termasuk bercocok tanam.
Dalam memulai pekerjaan, posisi kita hendaknya menghindari keempat bagian tubuh sang naga. Jika mengawalinya searah kepala, maka kelak tidak akan membuahkan hasil karena akan “dilahap” oleh sang naga. Searah ekor akan disabet. Searah perut akan hancur tertimpa. Dan, jika searah bagian belakang kelak akan rusak terlindas sang naga saat dia “berguling”. Posisi sang naga ini berubah setiap tiga bulan penanggalan Hijriah (Kalender Islam).
Naga Bulanan[2]
Bulan | Posisi Tubuh Naga | Keterangan |
---|---|---|
Rabiul Awal, Rabiul Akhir,
Jumadil |
Kepala ke barat | Pekerjaan dimulai antara selatan dan barat |
Ekor ke timur | ||
Perut ke selatan | ||
Belakang ke utara | ||
Jumadil Akhir, Rajab, Sya'ban | Kepala ke timur | Pekerjaan dimulai antara utara dan timur |
Ekor ke barat | ||
Perut ke utara | ||
Belakang ke selatan | ||
Ramadan, Syawal, Zulkaidah | Kepala ke selatan | Pekerjaan dimulai antara selatan dan barat |
Ekor ke utara | ||
Perut ke barat | ||
Belakang ke timur | ||
Zulhijah, Muharam, Syafar | Kepala ke utara | Pekerjaan dimulai antara barat dan timur |
Ekor ke selatan | ||
Perut ke timur | ||
Belakang ke barat |
Naga Harian[2]
Hari | Arah yang Baik |
---|---|
Jumat, Minggu | Barat |
Sabtu, Senin | Timur |
Rabu | Utara |
Kamis, Selasa | Selatan |
Sumber:
Lopulalan, Dicky dan Palupi Nirmala. 2021. Sangia, Hui, Sang Hyang Dollar, dan Para Pembaca Bintang. Jakarta: Terasmitra dan Kapasungu dan didukung oleh GEF SGP Indonesia
- ↑ Buku Sangia, halaman 240
- ↑ 2.0 2.1 Kalender Musim Masyarakat Gorontalo, Amirudin Y. Dako dan Yowan Tamu (hal. 240-241)