Payango

From Akal Lokal
Proses pengukuran. (Foto: Buku Jejak Cendekia / Edy Susanto, hal. 101)

Payango sejatinya adalah suatu sistem antropometri yang berkaitan dengan proses pembangunan rumah tinggal. Payango sebagai falsafah antara lain menyiratkan bahwa di dalam bangunan, atau badan yang kasar alias jasmani (jism), terdapat rohani (yang halus)[1]. Jika jism yang kasar (bangunan) rusak, maka rohani akan pergi.

Dengan berpegang pada payango, membangun rumah bagi masyarakat Gorontalo tak sekedar mendirikan bangunan secara fisik belaka. Payango diterapkan dalam pembangunan sebuah hunian agar penghuni rumah terhindar dari berbagai masalah, yang bisa saja datang dari berbagai arah. Ya, payango adalah feng shui-nya masyarakat Gorontalo. Mengikuti aturan payango akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan, rejeki, dan perilaku penghuni rumah[2].

Tradisi Payango

Alat ukur payango (Foto: Buku Jejak Cendekia / Edy Susanto, hal. 100)

Tradisi payango mulai dilakukan sejak penentuan titik utama rumah, dimensi (panjang dan lebar rumah), sampai dengan penentuan kuda-kuda. Kegiatan dan prosesi ini pada akhirnya akan berpengaruh pada penentuan perletakan pintu utama dan penerapan desain rumah. Prosesi payango dipimpin oleh seorang ta momayanga, ahli bangunan tradisional atau ahli rumah yang merupakan panutan masyarakat. Tokoh ini biasanya memperoleh kepandaiannya secara turun menurun, sebagai mana yang dialami oleh Opa Mani[2] tadi, yang namanya lengkapnya Shaa Sani, seorang to momayanga dari Desa Saritani di jantung Provinsi Gorontalo.

Ukuran dalam konsep payango diambil dari hasil pengukuran calon penghuni bangunan atau rumah. Misalnya, pada rumah untuk keluarga, maka yang menjadi patokan untuk ukuran adalah suami dan istri pemilik rumah. Untuk rumah tinggal, Opa Mani[2] membutuhkan ukuran panjang dan lebar pondasi, dan tinggi tiang raja yang akan diletakkan di tengah-tengah calon rumah. Ada dua cara untuk mendapatkan ukuran dasar pondasi. Pertama, dengan mengukur bentangan tangan pasangan suami dan istri. Masing-masing pengukuran dilakukan dari ujung tangan kanan sampai ujung tangan kiri. Setiap ukuran yang dihasilkan kemudian diolah dengan rumusan tertentu. Hasil pengukuran dari si istri yang dikurangi sejengkal, akan menjadi dasar dari penentuan ukuran lebar pondasi. Sedangkan hasil pengukuran dari si suami yang dikurangi dengan ukuran tangkupan telapak tangannya, akan dipakai untuk dasar ukuran panjang pondasi.

Sumber

Damayanti, Ery dan Masjhur Nina. 2022. Jejak Cendekia Nusantara. Jakarta:Terasmitra bekerjasama dengan GEF-SGP Indonesia dan LiterasiVisual15

  1. Alim Katili di laman blog-nya
  2. 2.0 2.1 2.2 Opa Mani, lelaki berusia 68 tahun dari Desa Saritani di Provinsi Gorontalo