Pohon Santigi
Pohon santigi (Pemphis acidula) sendiri diyakini memiliki tuah (kekuatan gaib). Di antara kayu-kayu bertuah lainnya, seperti dewandaru, nagasari atau pulai, santigi dianggap sebagai “Raja Kayu Bertuah”. Anggapan itu yang membuat tumbuhan semak pesisir ini kerap dijadikan jimat dan penyerap racun yang populer di kalangan pelaku metafisika.[1]
Manfaat Pohon Santigi
Khasiat magis tersebut antara lain untuk menangkal ilmu hitam (santet, tenung, dan guna-guna) dan segala daya negatif lainnya, meningkatkan kewibawaan dan kharisma pemakainya, memberikan kekuatan tubuh dan kekebalan, media pengasihan, melumpuhkan orang yang berniat jahat, serta menyerap berbagai bisa dan racun binatang.
Untuk memanfaatkan tuah dan khasiatnya, kayu santigi dibuat menjadi berbagai aksesoris seperti tasbih, cincin, dan batu cincin (akik), gelang, gagang tongkat, gagang dan sarung senjata (seperti keris), sabuk, hingga pipa rokok.
Selain tenar berkekuatan gaib, santigi juga tanaman favorit pencinta bonsai. Karakteristik batang, percabangan, daun, bunga dan daya tahan tanaman menjadikan santigi sebagai bahan bonsai berkelas mahal. Di salah satu forum online penggemar tanaman hias, bonsai santigi dengan tinggi 66 cm ditawarkan dengan harga Rp21.500.000,- Pohon yang dikenal juga dengan nama stigi, setigi, centigi, atau drini ini sebenarnya tumbuhan perdu yang tumbuh di daerah pesisir berkarang, berpasir, atau di tepi hutan mangrove. Tumbuh di daerah beriklim tropis dan tersebar luas di pesisir Asia Selatan, Australia, dan Afrika Timur.[1]
Morfologi Pohon Santigi
Pohon santigi mempunyai tinggi rata-rata 4 (empat) meter (m), meskipun di beberapa kondisi bisa mencapai hingga 10 meter. Batang berkelok dan bengkok-bengkok dengan percabangan yang tidak teratur. Kulit batang berwarna abu-abu hingga coklat tua dan bersisik (pecah-pecah).
Daun tunggal dan tumbuh bersilangan. Berwarna hijau pucat, berdaging tebal, berbentuk elips atau lonjong bulat telur dengan panjang 1-3 sentimeter (cm) dan lebar 0,3-1 cm. [1]
Ancaman Perburuan Liar Pohon Santigi
Kepercayaan kayu santigi sebagai kayu bertuah dan penggunaannya sebagai tanaman bonsai telah meningkatkan perburuan dan jual beli pohon santigi baik dalam kondisi hidup maupun kayu batangnya.
Perburuan liar ini telah membuat tumbuhan ini semakin langka, bahkan punah di berbagai habitat aslinya. Meskipun daerah sebaran tumbuhan ini sangat luas, namun dengan pertumbuhannya yang lambat serta maraknya perburuan, IUCN Redlist memperkirakan telah terjadi penurunan populasi secara global mencapai 21% dalam 25 tahun terakhir. Karena itu, oleh IUCN Redlist, Setigi (Pemphis acidula) dikategorikan dalam status keterancaman “Least Concern” (Berisiko Rendah).[1]