Sedekah laut: Difference between revisions

From Akal Lokal
No edit summary
No edit summary
Line 2: Line 2:
[[File:Dokumentasi mitra 1.jpg|thumb|Prosesi doa bersama serta persiapan makan bersama sebelum sesajen di larung ke laut]]
[[File:Dokumentasi mitra 1.jpg|thumb|Prosesi doa bersama serta persiapan makan bersama sebelum sesajen di larung ke laut]]
Di daerah Piddo Kulon, Kendal, Jawa Tengah terdapat satu tradisi, yakni Ruwatan atau juga disebut dengan sedekah laut. Tradisi ini dimulai dari tambak di daerah pemukiman warga menuju muara di laut lepas, selain itu warga juga menyiapkan dan membawa seserahan berupa makanan serta hasil pertanian. Seserahan tersebut nantinya akan dilarung di laut lepas, hal ini dimaksudkan sebagai perwujudan rasa syukur atas hasil laut dan hasil bumi yang ada di sekitar serta disertai dengan kepala hewan seperti Kambing atau Kerbau (untuk kepala hewan ini bukan suatu hal yang wajib), hal ini dilakukan bila dana yang tersedia mencukupi, bila dana belum mencukupi dapat dilakukan seadanya. Sesajen kemudian didoakan bersama-sama oleh warga dan kemudian di larung ke laut lepas diiringi oleh masyarakat dengan banyak perahu, sebelumnya pada saat proses pembacaan doa warga akan melakukan makan bersama dengan menggunakan lauk bagian tubuh hewan yang sudah dimasak. Setelah sesajen di larung, warga berbondong-bondong untuk memandikan perahu dengan air laut yang mempunyai tujuan agar ikan yang didapat pada saat melaut banyak dan berkah. Tradisi ini dilakukan pada saat bulan [https://tirto.id/perbedaan-bulan-suro-dan-muharram-dari-segi-sejarah-dan-tradisi-ehlY Suro] (muharram) dan masih berjalan sampai sekarang.
Di daerah Piddo Kulon, Kendal, Jawa Tengah terdapat satu tradisi, yakni Ruwatan atau juga disebut dengan sedekah laut. Tradisi ini dimulai dari tambak di daerah pemukiman warga menuju muara di laut lepas, selain itu warga juga menyiapkan dan membawa seserahan berupa makanan serta hasil pertanian. Seserahan tersebut nantinya akan dilarung di laut lepas, hal ini dimaksudkan sebagai perwujudan rasa syukur atas hasil laut dan hasil bumi yang ada di sekitar serta disertai dengan kepala hewan seperti Kambing atau Kerbau (untuk kepala hewan ini bukan suatu hal yang wajib), hal ini dilakukan bila dana yang tersedia mencukupi, bila dana belum mencukupi dapat dilakukan seadanya. Sesajen kemudian didoakan bersama-sama oleh warga dan kemudian di larung ke laut lepas diiringi oleh masyarakat dengan banyak perahu, sebelumnya pada saat proses pembacaan doa warga akan melakukan makan bersama dengan menggunakan lauk bagian tubuh hewan yang sudah dimasak. Setelah sesajen di larung, warga berbondong-bondong untuk memandikan perahu dengan air laut yang mempunyai tujuan agar ikan yang didapat pada saat melaut banyak dan berkah. Tradisi ini dilakukan pada saat bulan [https://tirto.id/perbedaan-bulan-suro-dan-muharram-dari-segi-sejarah-dan-tradisi-ehlY Suro] (muharram) dan masih berjalan sampai sekarang.
Sumber:
<ref>TM untuk Knowledge Management GEF SGP fase 7 / Sumartini</ref>
[[Category:Perikanan]]
[[Category:Perikanan]]
[[Category:Ritual]]
[[Category:Ritual]]

Revision as of 08:30, 7 January 2025

Proses pelarungan sesajen dalam acara sedekah laut
Prosesi doa bersama serta persiapan makan bersama sebelum sesajen di larung ke laut

Di daerah Piddo Kulon, Kendal, Jawa Tengah terdapat satu tradisi, yakni Ruwatan atau juga disebut dengan sedekah laut. Tradisi ini dimulai dari tambak di daerah pemukiman warga menuju muara di laut lepas, selain itu warga juga menyiapkan dan membawa seserahan berupa makanan serta hasil pertanian. Seserahan tersebut nantinya akan dilarung di laut lepas, hal ini dimaksudkan sebagai perwujudan rasa syukur atas hasil laut dan hasil bumi yang ada di sekitar serta disertai dengan kepala hewan seperti Kambing atau Kerbau (untuk kepala hewan ini bukan suatu hal yang wajib), hal ini dilakukan bila dana yang tersedia mencukupi, bila dana belum mencukupi dapat dilakukan seadanya. Sesajen kemudian didoakan bersama-sama oleh warga dan kemudian di larung ke laut lepas diiringi oleh masyarakat dengan banyak perahu, sebelumnya pada saat proses pembacaan doa warga akan melakukan makan bersama dengan menggunakan lauk bagian tubuh hewan yang sudah dimasak. Setelah sesajen di larung, warga berbondong-bondong untuk memandikan perahu dengan air laut yang mempunyai tujuan agar ikan yang didapat pada saat melaut banyak dan berkah. Tradisi ini dilakukan pada saat bulan Suro (muharram) dan masih berjalan sampai sekarang.


Sumber:

[1]

  1. TM untuk Knowledge Management GEF SGP fase 7 / Sumartini