Pranggokan dan Grobog: Difference between revisions

From Akal Lokal
No edit summary
No edit summary
 
(11 intermediate revisions by 2 users not shown)
Line 1: Line 1:
{{DISPLAYTITLE:Pranggokan and Grobog}}
<languages />
<languages />
{{rintisan}}
{{rintisan/en}}


<translate>'''Salah satu bentuk ketahanan pangan''' yang dilakukan oleh masyarakat Desa Wonosari adalah menyimpannya di dalam pranggokan. Pranggokan merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menyimpan hasil panen secara sementara yang sering digunakan oleh warga sekitar. Biasanya pranggokan memiliki bentuk seperti rumah panggung tetapi terbuka bagian sampingnya, hanya mempunyai dinding separuh. Selain itu, pranggokan juga hanya memiliki satu ruangan luas yang biasanya digunakan untuk menyimpan jagung. Selain pranggokan, ada juga media penyimpanan pangan, yaitu Grobog. Grobog memiliki bentuk kotak menyerupai peti, mempunyai sekat di Tengah dan memiliki dua ruang. Biasanya, satu ruang digunakan untuk menyimpan beras dan ruangan lain untuk menyimpan pusaka seperti keris atau yang lainnya. Masyarakat dulu masih sering menggunakan alat ini untuk menyimpan makanan, tapi sekarang sudah mulai ditinggalkan. Alasan masyarakat meninggalkan Grobog adalah dianggap kuno dan kurang praktis.<ref>Bapak Ngarimin (Anggota LMDH Wana Lestari, 49 Tahun)</ref></translate>
<translate><!--T:1--> '''One form of food resilience practiced''' by the people of Wonosari Village is storing it in a pranggokan. A pranggokan is a tool used for temporarily storing harvested crops and is frequently used by local residents. Typically, a pranggokan resembles a raised platform house but has open sides, with only half walls. Additionally, a pranggokan usually has a single large room primarily used for storing corn. Besides pranggokan, there is also a food storage medium called Grobog. A Grobog is box-shaped, resembling a chest, with a partition in the middle and two compartments. Usually, one compartment is used for storing rice and the other for storing heirlooms such as kris (traditional daggers) or other items. Although people used to frequently use this tool for food storage, it has become increasingly obsolete. The reason for abandoning Grobog is that it is considered old-fashioned and less practical. <ref>Mr. Ngarimin (Member of LMDH Wana Lestari, 49 Years)</ref></translate>


== Narasumber: ==
== Source: ==
[[Category:Peralatan pertanian]]
<references />
[[Category:Pertanian]]
[[Category:Agricultural equipment]]
[[Category:Makanan lokal]]
[[Category:Agriculture]]
[[Category:Local food]]

Latest revision as of 08:06, 10 September 2024

Other languages:
        Warning: This page is a stub. You can help by expanding it.

One form of food resilience practiced by the people of Wonosari Village is storing it in a pranggokan. A pranggokan is a tool used for temporarily storing harvested crops and is frequently used by local residents. Typically, a pranggokan resembles a raised platform house but has open sides, with only half walls. Additionally, a pranggokan usually has a single large room primarily used for storing corn. Besides pranggokan, there is also a food storage medium called Grobog. A Grobog is box-shaped, resembling a chest, with a partition in the middle and two compartments. Usually, one compartment is used for storing rice and the other for storing heirlooms such as kris (traditional daggers) or other items. Although people used to frequently use this tool for food storage, it has become increasingly obsolete. The reason for abandoning Grobog is that it is considered old-fashioned and less practical. [1]

Source:

  1. Mr. Ngarimin (Member of LMDH Wana Lestari, 49 Years)