Susut: Difference between revisions
Lia de Ornay (talk | contribs) No edit summary |
Lia de Ornay (talk | contribs) No edit summary |
||
| Line 3: | Line 3: | ||
Jika harus membayar untuk mendapatkan hak garap, penggarap akan membawa uang yang populer disebut “'''uang sirih pinang'''” -dahulu memang dalam bentuk sirih pinang- saat menemui tuan tanah. Permintaan kepada tuan tanah ini dalam bahasa ''Helong'' disebut ''Hol Hela Tamata'' (asah parang dan pedang). Sebagian tuan tanah menentukan besarnya jumlah “uang sirih pinang”, sebagian lain tidak. | Jika harus membayar untuk mendapatkan hak garap, penggarap akan membawa uang yang populer disebut “'''uang sirih pinang'''” -dahulu memang dalam bentuk sirih pinang- saat menemui tuan tanah. Permintaan kepada tuan tanah ini dalam bahasa ''Helong'' disebut ''Hol Hela Tamata'' (asah parang dan pedang). Sebagian tuan tanah menentukan besarnya jumlah “uang sirih pinang”, sebagian lain tidak. | ||
== Sumber: == | |||
Lopulalan, Dicky. 2016. Semau Beta. Denpasar: Bali Lite Institute | Lopulalan, Dicky. 2016. [https://drive.google.com/file/d/1h4wJtTIGqCFcKtQAMTWevRwry2yE64Ug/view?usp=drive_link Semau Beta]. Denpasar: Bali Lite Institute | ||
Revision as of 02:28, 31 December 2024
Sebagian besar kebun warga desa di Semau adalah milik tuan tanah. Tiap-tiap rumah tangga memilih lokasi berkebunnya untuk kemudian bertemu tuan tanah guna mendapat persetujuan. Warga mendapatkan hak garap dengan sistem sewa yang disebut “susut” atau populer sebagai “bunga tanah” Biasanya jumlah susut untuk lahan kacang tanah dan padi ladang adalah dua kaleng biskuit Khong Guan, sementara untuk kebun Jagung sebesar 20 ikat, tiap ikat terdiri dari 20 bulir jagung. Tetapi ada juga tuan tanah yang menghendaki susut dibayar dalam bentuk uang. Besar susut ini sering kali ditentukan berdasarkan luas lahan. Meski susut atau “bunga tanah” dibayar penggarap setiap tahun atau setiap musim panen, penggarap boleh mengajukan ketidaksanggupan membayar jika panenan sedikit.
Jika harus membayar untuk mendapatkan hak garap, penggarap akan membawa uang yang populer disebut “uang sirih pinang” -dahulu memang dalam bentuk sirih pinang- saat menemui tuan tanah. Permintaan kepada tuan tanah ini dalam bahasa Helong disebut Hol Hela Tamata (asah parang dan pedang). Sebagian tuan tanah menentukan besarnya jumlah “uang sirih pinang”, sebagian lain tidak.
Sumber:
Lopulalan, Dicky. 2016. Semau Beta. Denpasar: Bali Lite Institute
