Lilifuk: Difference between revisions

From Akal Lokal
(Created page with "thumb|Tradisi ''Lilifuk''. (Foto: [https://www.instagram.com/koalisikopi.timor/ Sekolah Kampung KED Koalisi KOPI Timor]) == ''Lilifuk'': Kearifan Lokal Masyarakat Kabupaten Kupang dalam Pengelolaan Sumber Daya Laut == Apa Itu Lilifuk? ''Lilifuk'' merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat Kabupaten Kupang yang telah ada sejak lama dan masih dilestarikan hingga kini. Tradisi ini berkaitan dengan pengelolaan sumber daya laut secara berkel...")
 
No edit summary
 
(One intermediate revision by one other user not shown)
Line 19: Line 19:


Zona Lilifuk ini diberi penanda dengan menggunakan batu, kayu, atau pukat.
Zona Lilifuk ini diberi penanda dengan menggunakan batu, kayu, atau pukat.
''*Informasi terkait Zona lilifuk ini masih dalam tahap riset dan akan segera diperbaharui''


== Alat yang Digunakan ==
== Alat yang Digunakan ==
Line 27: Line 29:
Masyarakat menggunakan alat tradisional ramah lingkungan, seperti:<ref name=":0" />
Masyarakat menggunakan alat tradisional ramah lingkungan, seperti:<ref name=":0" />


* ''Sepaik'': keranjang sebagai tempat menyimpan ikan.
* ''Sapaikh'': keranjang sebagai tempat menyimpan ikan.
* ''Sorok lingkar'': terbuat dari jaring dan kayu bulat (kayu gewang).
* ''Sorok lingkar'': terbuat dari jaring dan kayu bulat (kayu gewang).


Line 60: Line 62:


== Peran Gender dan Pengolahan Ikan ==
== Peran Gender dan Pengolahan Ikan ==
Saat pembukaan ''lilifuk'' tidak ada pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan dalam aktivitas ''lilifuk.'' Semua menggunakan alat yang sama, yaitu ''sorok lingkar'' dan ''sepaik''.<ref name=":0" />
Saat pembukaan ''lilifuk'' tidak ada pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan dalam aktivitas ''lilifuk.'' Semua menggunakan alat yang sama, yaitu ''sorok lingkar'' dan ''Sapaikh''.<ref name=":0" />


Ikan hasil tangkapan ini selain dijual dan dikonsumsi, biasanya masyarakat mengawetkannya dengan dua cara:<ref name=":0" />
Ikan hasil tangkapan ini selain dijual dan dikonsumsi, biasanya masyarakat mengawetkannya dengan dua cara:<ref name=":0" />

Latest revision as of 06:36, 28 May 2025

Lilifuk: Kearifan Lokal Masyarakat Kabupaten Kupang dalam Pengelolaan Sumber Daya Laut

Apa Itu Lilifuk?

Lilifuk merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat Kabupaten Kupang yang telah ada sejak lama dan masih dilestarikan hingga kini. Tradisi ini berkaitan dengan pengelolaan sumber daya laut secara berkelanjutan.[1]

Lilifuk adalah cekungan atau kolam alami yang tergenang air laut saat pasang dan memerangkap ikan ketika air surut. Masyarakat setempat menutup area penangkapan ikan ini untuk sementara waktu, kemudian membukanya sekali dalam setahun atau dua kali sesuai kesepakatan bersama antara masyarakat, pemerintah, dan pemilik lilifuk (tuan tanah).[1]

Lokasi dan Kepemilikan

Lilifuk berada di Dusun Tuanesi, Desa Kuanheun, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang. Wilayah ini dimiliki oleh Suku Baineo. Dengan luas wilayah lilifuk sekitar 4 hektar dengan lebar 2 hektar.[1]

Zona Lilifuk

Area lilifuk dibagi menjadi tiga zona dengan aturan dan fungsi yang berbeda:[1]

  1. Zona Bebas: wilayah zona ini ditandai dengan adanya padang lamun. Di wilayah ini masyarakat boleh mengambil ikan saat pembukaan lilifuk.
  2. Zona Penyangga: wilayah zona ini ditandai dengan substrat berlumpur. Di wilayah ini masyarakat masih boleh mengambil ikan.
  3. Zona Inti: wilayah yang terdiri dari terumbu karang. Wilayah ini tidak boleh ada aktivitas penangkapan atau gangguan.

Zona Lilifuk ini diberi penanda dengan menggunakan batu, kayu, atau pukat.

*Informasi terkait Zona lilifuk ini masih dalam tahap riset dan akan segera diperbaharui

Alat yang Digunakan

Sorok Lingkar; alat yang digunakan dalam tradisi Lilifuk. (Foto: Sekolah Kampung KED Koalisi KOPI Timor)
Sepaik; alat yang digunakan untuk menampung ikan dalam tradisi Lilifuk. (Foto: Sekolah Kampung KED Koalisi KOPI Timor)


Masyarakat menggunakan alat tradisional ramah lingkungan, seperti:[1]

  • Sapaikh: keranjang sebagai tempat menyimpan ikan.
  • Sorok lingkar: terbuat dari jaring dan kayu bulat (kayu gewang).

Sejarah dan Perkembangan

Tradisi lilifuk telah ada sejak lama, terakhir dilakukan dalam bentuk ritual adat pada 1990-an. Dulu, dalam ritual adat pembukaan lilifuk biasa dilakukan dengan memukul gong dan memotong hewan untuk makan bersama.

Sejak tahun 2013, aturan lilifuk diatur melalui Peraturan Desa (Perdes) dengan sanksi bagi pelanggar. Dan sudah tidak dilakukan ritual adat lagi. Dengan alasan, dalam ritual adat saat pememukulan gong ini tidak sesuai. Karena dianggap mengganggu ikan-ikan yang sensitif terhadap bunyi. Sehingga akan membuat ikan-ikan keluar dari wilayah lilifuk. Selain itu, ritual adat memakan banyak biaya. Kareana harus memotong hewan untuk makan bersama.[1]

Sehingga sekarang, pembukaan lilifuk diawali dengan doa bersama.

Aturan dan Sanksi

Beberapa larangan dalam tradisi lilifuk:[1]

  • Menangkap ikan dengan alat yang dapat merusak ekosistem laut.
  • Beraktivitas di zona lilifuk sebelum waktu pembukaan.
  • Merusak terumbu karang atau menangkap penyu.
  • Mencuri atau menggunakan pukat harimau.

Jika ada yang melanggar aturan ini maka akan dikenai sanksi. Sanksi berupa denda uang atau hewan ternak yang kemudian dipotong dan dimakan bersama masyarakat.

Sistem Pengelolaan

Dulu, hasil tangkapan dibayarkan kepada pemilik lilifuk. Tapi sejak tahun 2013, setelah ada Perdes, sistem berubah menjadi:[1]

  • Semua masyarakat yang mengikuti pembukaan lilifuk ini membeli tiket masuk seharga Rp10.000/orang.
  • Hasil penjualan tiket ini kemudian dibagi hasil bersama pemilik lilifuk, desa, dan penjaga lilifuk. Dengan komposisi pembagian: 30% untuk pemilik lilifuk, 30% untuk desa, dan 40% untuk penjaga lilifuk.

Pembukaan Lilifuk

Pada 2 Januari 2025[1], sekitar 300 orang hadir dalam pembukaan lilifuk. Jumlah ini tergolong sedikit karena bersamaan dengan acara serupa di Desa Kuanheun dan Desa Bolok.

Tanda Hasil yang Baik

Masyarakat percaya bahwa jika ingin hasil tangkapan melimpah maka tidak boleh ada yang mendahului turun ke laut sebelum air benar-benar surut.[1]

Peran Gender dan Pengolahan Ikan

Saat pembukaan lilifuk tidak ada pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan dalam aktivitas lilifuk. Semua menggunakan alat yang sama, yaitu sorok lingkar dan Sapaikh.[1]

Ikan hasil tangkapan ini selain dijual dan dikonsumsi, biasanya masyarakat mengawetkannya dengan dua cara:[1]

  1. Dikeringkan: ikan dibersihkan, diberi garam, lalu dijemur.
  2. Diasap: ikan dibersihkan, ditusuk menggunakan lidi, lalu diasapi.


Lilifuk adalah satu dari banyak kearifan lokal masyarakat Indonesia yang mendukung kelestarian ekosistem laut. Sekaligus menjadi sumber penghidupan masyarakat pesisir. Dengan aturan yang jelas dan partisipasi aktif warga, tradisi ini terus bertahan di tengah modernisasi.

Sumber:

TM Share Volume 464, spesial kolaborasi bersama Koalisi KOPI: Ketahanan Pangan Pesisir berbasis Kearifan Lokal