Ngunggahke Molo: Difference between revisions

From Akal Lokal
(Created page with "Ada beberapa tradisi di daerah ini, tradisi ‘ngunggahke molo’ atau menaikkan badan atap rumah yang masih ada sampai sekarang. Tradisi ini dilakukan dengan membuat seserahan dan dilakukan sesuai dengan perhitungan yang sudah ditetapkan oleh sesepuh desa. Perhitungan ini melalui tanggal weton (hari kelahiran menurut kalender Jawa) dan hari baik menurut kalender Jawa. Biasanya dilakukan oleh 4-5 orang sebagai yang menaikkan molo (penyangga atap rumah yang berada di teng...")
 
No edit summary
 
Line 1: Line 1:
Ada beberapa tradisi di daerah ini, tradisi ‘ngunggahke molo’ atau menaikkan badan atap rumah yang masih ada sampai sekarang. Tradisi ini dilakukan dengan membuat seserahan dan dilakukan sesuai dengan perhitungan yang sudah ditetapkan oleh sesepuh desa. Perhitungan ini melalui tanggal weton (hari kelahiran menurut kalender Jawa) dan hari baik menurut kalender Jawa. Biasanya dilakukan oleh 4-5 orang sebagai yang menaikkan molo (penyangga atap rumah yang berada di tengah-tengah) dan dibantu oleh tetangga sekitar sebagai salah satu wujud gotong-royong yang masih kental di daerah ini. Selain itu, seserahan yang dibuat nantinya akan dibagikan ke tetangga sekitar rumah sebagai wujud Syukur Pembangunan rumah.  
Tradisi ‘ngunggahke molo’ atau menaikkan badan atap rumah yang masih ada sampai sekarang. Tradisi ini dilakukan dengan membuat seserahan dan dilakukan sesuai dengan perhitungan yang sudah ditetapkan oleh sesepuh desa. Perhitungan ini melalui tanggal weton (hari kelahiran menurut kalender Jawa) dan hari baik menurut kalender Jawa. Biasanya dilakukan oleh 4-5 orang sebagai yang menaikkan molo (penyangga atap rumah yang berada di tengah-tengah) dan dibantu oleh tetangga sekitar sebagai salah satu wujud gotong-royong yang masih kental di daerah ini. Selain itu, seserahan yang dibuat nantinya akan dibagikan ke tetangga sekitar rumah sebagai wujud Syukur Pembangunan rumah.  


Selain tradisi Ngunggahke Molo, ada juga beberapa tradisi yang hilang dari Desa Tempelsari ini salah satunya menganyam Rigen (Wadah untuk menjemur tembakau). Dahulu banyak masyarakat yang berprofesi sebagai penganyam Rigen akan tetapi seiring perkembangan zaman, orang tua tidak mewariskan ilmu tersebut ke anaknya sehingga mulai sekarang, tradisi tersebut sudah hilang.
Selain tradisi Ngunggahke Molo, ada juga beberapa tradisi yang hilang dari Desa Tempelsari ini salah satunya menganyam Rigen (Wadah untuk menjemur tembakau). Dahulu banyak masyarakat yang berprofesi sebagai penganyam Rigen akan tetapi seiring perkembangan zaman, orang tua tidak mewariskan ilmu tersebut ke anaknya sehingga mulai sekarang, tradisi tersebut sudah hilang.

Latest revision as of 07:50, 13 December 2024

Tradisi ‘ngunggahke molo’ atau menaikkan badan atap rumah yang masih ada sampai sekarang. Tradisi ini dilakukan dengan membuat seserahan dan dilakukan sesuai dengan perhitungan yang sudah ditetapkan oleh sesepuh desa. Perhitungan ini melalui tanggal weton (hari kelahiran menurut kalender Jawa) dan hari baik menurut kalender Jawa. Biasanya dilakukan oleh 4-5 orang sebagai yang menaikkan molo (penyangga atap rumah yang berada di tengah-tengah) dan dibantu oleh tetangga sekitar sebagai salah satu wujud gotong-royong yang masih kental di daerah ini. Selain itu, seserahan yang dibuat nantinya akan dibagikan ke tetangga sekitar rumah sebagai wujud Syukur Pembangunan rumah.

Selain tradisi Ngunggahke Molo, ada juga beberapa tradisi yang hilang dari Desa Tempelsari ini salah satunya menganyam Rigen (Wadah untuk menjemur tembakau). Dahulu banyak masyarakat yang berprofesi sebagai penganyam Rigen akan tetapi seiring perkembangan zaman, orang tua tidak mewariskan ilmu tersebut ke anaknya sehingga mulai sekarang, tradisi tersebut sudah hilang.