Rumah Suku Bajo: Difference between revisions
No edit summary |
No edit summary |
||
| Line 8: | Line 8: | ||
Oleh: Edi Harto, FORKANI | Oleh: Edi Harto, FORKANI | ||
Dalam buku [https://drive.google.com/drive/folders/1JnKqvZcAImoCuKeVhw7r_84XJ3m7mM3i?usp=drive_link Fajar Timur Hingga Senja Kala] halaman, | Dalam buku [https://drive.google.com/drive/folders/1JnKqvZcAImoCuKeVhw7r_84XJ3m7mM3i?usp=drive_link Fajar Timur Hingga Senja Kala] halaman, 35 | ||
Revision as of 12:33, 16 December 2024
Beberapa rumah penduduk dibangun di atas tumpukan batu karang yangvdiambil oleh Suku Bajo pada saat laut surut atau meti. Batu-batu karang ini
kemudian ditumpuk sebagai pondasi dengan ketinggian yang antara dua sampai empat meter dari dasar laut. Ketinggian pondasi yang mirip tembok batu ini dirancang harus melewati batas pasang tertinggi air laut. Ini untuk menghindari genangan air pasang masuk ke dalam rumah.
Pemanfaatan karang sebagai pondasi baru-baru saja dilakukan masyarakat Bajo. Sebelumnya, sebagian rumah penduduk lainnya didirikan menggunakan tiang pancang dari kayu bakau. Kayu bakau tahan terhadap air laut yang asin dihunjam ke dasar laut. Rumah panggung dengan tiang tancap ini adalah model awal rumah suku bajo setelah ada permukiman. Dulu orang Bajo tinggal di soppe atau bangka, istilah untuk perahu yang berukuran besar. Dalam sejarah nya, orang Bajo dikenal sebagai “manusia perahu”, dan terbiasa hidup berpindah-pindah.Konsep rumah dan perkampungan menetap belum lama dikenal.
Oleh: Edi Harto, FORKANI
Dalam buku Fajar Timur Hingga Senja Kala halaman, 35
