Kain Tenun Helong

From Akal Lokal
Revision as of 04:30, 8 January 2025 by Lia de Ornay (talk | contribs)
Kain Tenun Helong. (Foto: Buku Jejak Cendekia, hal. 174)

Kain tenun asli Helong, Semau tampil hanya dalam tiga warna, yaitu merah, putih, dan kuning. Satu- satunya bahan pewarna alam yang dipakai untuk tenunan adalah akar mengkudu, dengan merah sebagai warna keluarannya. Sarung tenun Helong terdiri dari sarung untuk perempuan yang disebut pelmea, dan sarung untuk laki-laki yang dikenal sebagai bihata.[1]

Proses pembuatan

Prosesnya, benang putih yang terbuat dari kapas diikat, lalu dicelupkan ke dalam larutan dari akar mengkudu. Setelah diangkat dari larutan, kemudian dijemur selama 1-2 hari. Menurut tetua di Semau, warna kuning yang berupa warna pinggiran dari motif, merupakan warna yang dihasilkan oleh adanya sedikit pengaruh warna merah dari akar mengkudu pada benang putih. Motif di kain Helong disebut kait. Tiap bentuk memiliki artinya masing-masing. Hanya saja sekarang sudah tidak ada lagi orang di Semau yang masih bisa bercerita lebih jauh tentang makna-makna pada kait.

Kain-kain tenun Helong terakhir yang masih menggunakan pewarna dari akar mengkudu, masih ada sampai sekarang. Umurnya sudah mencapai sekitar 100 tahun. Salah satu penenunnya adalah almarhumah Mama Sarlota Lassi, yang menenunnya ketika beliau masih muda. Sebelum meninggal, beliau memberikan kain tenunnya kepada anaknya, Mama Berta Susang.[1]

Penyimpanan

Untuk memperlambat proses pelapukan akibat dari kondisi lembab, sebagian orang menyimpan sarung aslinya di dekat tempat penyimpanan bahan makanan jagung dan padi, yang berada di atas tungku. Dengan maksud agar kain tetap kering.[1]

Sumber:

Damayanti, Ery dan Masjhur Nina. 2022. Jejak Cendekia Nusantara. Jakarta:Terasmitra bekerjasama dengan GEF-SGP Indonesia dan LiterasiVisual15

  1. 1.0 1.1 1.2 Damayanti, Ery dan Masjhur Nina. 2022. Jejak Cendekia Nusantara. Jakarta:Terasmitra bekerjasama dengan GEF-SGP Indonesia dan LiterasiVisual15