Tenun Biboki
Jenis Tenun Biboki
Di kalangan masyarakat Biboki, dikenal tiga jenis kain tenun khas biboki, yaitu kain tenun ikat (futus), sotis dan buna. Yang membedakan ke tiganya ada pada teknik pembuatannya. Tenun ikat (futus), teknik tenunnya dilakukan dengan cara mengikat benang pakan dan benang lungsi. Sotis, teknik tenunnya tanpa diikat, motif langsung ditenun dengan memasukkan benang secara langsung. Sedangkan buna, teknik tenunnya menggunakan teknik songket.[1]
Dari ketiga jenis ini, futus yang paling banyak dikembangkan. Futus berarti ikat. Maksudnya, untuk mendapatkan motif yang diharapkan, para penenun mengikat bagian-bagian benang tertentu sesuai gambar yang hendak ditampilkan, misalnya binatang atau tumbuhan. Selanjutnya, benang yang sudah diikat dicelupkan ke dalam pewarna. Setelah kering, ikatan tadi dibuka dan akan terlihat gambar yang diinginkan.[1]
Bentuk Kain Tenun Biboki
Bentuk kain ada yang berupa kain beti/ bet nae (lebar, berupa lembaran), kain tais (untuk perempuan biasanya dikombinasikan dengan buna, jadilah tais buna), bet ana / selendang, futu/ ikat pinggang.[1]
Motif-motif Tenun Biboki
Munculnya motif Biboki dilatarbelakangi oleh kondisi lingkungan setempat, binatang, mitos yang berkembang/hewan mitolgi. Misalnya suatu daerah banyak terdapat jenis burung, di daerah tersebut akan berkembang motif burung[2]. Dulu motif tenun diturunkan secara turun menurun, dari generasi ke generasi. Sekarang, motif ini berkembang mengikuti zaman.[1]
Secara umum, beberapa motif tenun biboki yang berkembang secara turun temurun hingga motif terkini diantaranya: Fut Biboki (biboik), makaif (1-20), fut batola, hausufa, nik no’o, noa no’o, beabkataf, kolo/ burung, bintang, telinga hitam, batako, arloji hingga katak Jawa.[1]
Beberapa motif menjadi ciri khas daerah sehingga ketika orang motif, bisa menebak dari mana orang tersebut berasal.[1]
Di Desa Tokbesi, berikut adalah motif-motif yang saat ini dikembangkan:[1]
- Makaif (Mulai dari makaif mese hingga makaif boes. Motif ini bermacam-macam. Salah satunya berwarma hitam putih)
- Fut Biboki (biboik) ana,
- Kikis mutih nik no’o.
- Makaif kombinasi buna
- Hausufa (bunga).
- Nia nok’o (motif daun pria/ parea/ pare yang kecil dan besar)
- Nik no’o.
- Buna nia no’o naik (kombinasi songket daun parea besar).
Munculnya motif-motif baru ditengarai sejak dimulainya persentuhan para penenun Biboki dengan ‘dunia luar’ dan mulai masuknya benang- benang toko dan pewarna sintetis seperti naptol dan wantek. [1]
Ornamen Tenun Biboki
Ornamen-ornamen lain yang menjadi ciri khas tenun Biboki ialah adanya motif-motif kecil seperti puah kebe, oe mata, mat bobo, kikis muti, kikis metan.[1]
Ciri khasnya dari nenek moyang merupakan lambang dari Biboki, Mak aif Mese, Mak Aif Sa, Mat Bobo (Mata Bulat), Mak aif Feten (Mak aif yang lepas-lepas). Mak aif artinya bersambung, dan Feten artinya dibagi bagi marga (beda-beda marga) yang mencerminkan banyak marga, kawin mengawin dan diikat menjadi keluagra dan beranak.[1]
Sumber:
Palupi, Ning. 2023. Puan Maestro_Para Perempuan Penenun Kain Biboki. Yogyakarta: Terasmitra
