Bukit Liman
Geografis Bukit Liman
Bukit Liman tidak terlalu tinggi, sekitar 120 meter di atas permukaan laut. Letaknya menjorok di ujung pantai berbatu karang. Dari puncak bukit hingga bibir pantai berupa batu karang yang mencekung di bagian tengah. Untuk bisa sampai puncak bukit, kita dapat menggunakan jalan setapak dari arah utara. Jika berjalan kaki sekitar 10-15 menit. Bisa juga menggunakan sepeda motor, meski harus waspada karena jalan setapak bersisian langsung dengan tebing curam.
Di atas bukit, kita dapat menyaksikan pemandangan karakter khas daratan dan perairan Pulau Semau. Menghadap ke utara kita bisa melihat Gunung Bun yang sedikit lebih tinggi dari Bukit Liman. Lereng dan kaki gunung tersebut adalah hutan musiman (monsoon forest) seluas 720 hektar (ha). Pada musim kemarau, kita hanya melihat pohon-pohon kering merangas, akan berbeda jika kita datang pada musim hujan, kanopi pohon-pohon akan tumbuh daun dan menutupi daratan yang berwarna coklat kehitaman itu.
Menyusuri lereng Gunung Bun bagian barat hingga daratan datar dan perairan, kita bisa menemukan Pantai Onan Mata yang serupa garis panjang putih dipagari barisan pohon cemara laut. Seperti gradasi warna, dari coklat kehitaman dataran, hijau daun cemara, putih pasir, dan biru laut. Di sebelahnya, kita juga dapat melihat Pantai Tano lengkap dengan pohon-pohon santigi-nya yang legendaris dan penting itu. Burung-burung camar yang beterbangan di laut menjadi pelengkap “lukisan alam” Semau.
Matahari terbenam memang bisa terlihat dari atas bukit itu. Sempurna, tanpa penghalang, selain awan tebal sewaktu-waktu muncul di kaki cakrawala. Kita juga dapat melihat secara jelas Pulau Tabui, orang Semau menyebutnya Nusat, dan hamparan pasir putih di pinggirannya. Pantai Desa Naikean pun terlihat dengan jelas memanjang dan menjadi pemisah dunia darat dan air.[1]
Akses ke Bukit Limun
Tak sulit untuk datang ke Bukit Liman. Juga, tak mahal. Dari Pelabuhan Tenau kita naik perahu motor ke Pelabuhan Onansila dengan waktu tempuh 30-40 menit. Biaya penyeberangan Rp20.000,- per orang. Jika membawa sepeda motor, dikenakan biaya tambahan Rp40.000,- Sampai di pelabuhan, kita dapat menyewa jasa ojek, jika kita tak membawa sepeda motor. Biayanya, Rp75.000,- per orang.[1]
Potensi Bukit Limun
Belum ada peran pemerintah dalam menata-kelola Bukit Liman. “Desa juga belum mendapatkan keuntungan. Tapi, kami sedang merancang Perdes untuk memungut biaya bagi wisatawan yang datang berkunjung. Dana itu akan menjadi Pendapatan Asli Desa (PAD),” kata aparatur Desa Uitiuhtuan Kepas Koen.
Selain rencana tersebut, desa sebenarnya sudah mendapatkan pemasukan dari pengambilan pasir di Pantai Bilik Liman untuk pembangunan rumah warga. Warga dikenakan biaya pengambilan pasir sebesar Rp3.000,- per satu rit. “Hanya warga desa setempat yang mengambil pasir di tempat ini. Desa lain tidak boleh karena kalau terlalu banyak akan bikin abrasi,” kata Kepala Desa Uitiuhtuan Samuel Lassi.
Pemerintah desa sadar, penambangan pasir berlebihan akan merusak lingkungan, meski berpotensi meningkatkan pendapatan desa. Aparat pemerintah desa dan tokoh-tokoh adat melihat, sektor pariwisata Desa Uitiuhtuan punya potensi yang besar jika dikelola dengan baik. Bukan cuma Bukit Liman dan pohon-pohon santigi-nya saja yang dapat menarik wisatawan, melainkan juga pantai-pantai yang indah, seni budaya, sejarah, hingga kuliner. Sangat mungkin berhasil, begitu menurut mereka. Hanya saja, mereka tak tahu harus mulai dari mana.[1]