Indolu

From Akal Lokal
Revision as of 13:15, 16 January 2025 by Lia de Ornay (talk | contribs) (Created page with "Kepercayaan kepada ''sangia'' oleh masyarakat Wakatobi ini memang cukup menarik jika memperhatikan data statistik yang menyebutkan 100% penduduk Wakatobi beragama Islam. “Kami lebih menekankan hakikat dalam menjalankan syariat. Misalnya, bukan hanya sembahyang lima waktu yang menjadi inti, atau shalat Jumat tidak harus ke masjid, melainkan pengamalan dari nilai-nilai dalam kehidupan bermasyarakat. Itu yang paling penting yang saya pahami,” kata Beloro.<re...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)

Kepercayaan kepada sangia oleh masyarakat Wakatobi ini memang cukup menarik jika memperhatikan data statistik yang menyebutkan 100% penduduk Wakatobi beragama Islam. “Kami lebih menekankan hakikat dalam menjalankan syariat. Misalnya, bukan hanya sembahyang lima waktu yang menjadi inti, atau shalat Jumat tidak harus ke masjid, melainkan pengamalan dari nilai-nilai dalam kehidupan bermasyarakat. Itu yang paling penting yang saya pahami,” kata Beloro.[1]

Pengamalan nilai-nilai itu termasuk relasi dengan alam dan segala macam kekuatan yang menghuni di alam. Itu yang menyebabkan penghormatan kepada sangia-sangia dan roh-roh nenek moyang masih dilakukan dengan mengkeramatkan tempat-tempat yang dianggap sebagai “rumah” mereka. Misalnya saja, Indolu di Pajam dan Kota di Derawa yang terletak di Kaledupa.

Kuburan Indolu

Tempat yang disebut Indolu terletak di sebuah bukit di Desa Pajam (Kecamatan Kaledupa Selatan). Nama Pajam berasal dari gabungan nama dua dari tiga dusun di Desa Pajam, yakni Palea dan Jamaraka. Wilayah Desa Pajam ini titik tertinggi di Pulau Kaledupa dan merupakan desa tua yang dulunya pusat Kerajaan Kaledupa, sebelum menjadi bagian dari Kesultanan Buton. Desa ini terkenal dengan keberadaan peninggalan Benteng Palea dan budaya kain tenun terbaik se-Kaledupa.

Indolu disebut-sebut sebagai tempat pemakaman salah satu raja Kaledupa, tapi tidak ada tanda-tanda makam, seperti gundukan tanah, nisan, atau bekas-bekasnya di tempat itu, melainkan telah dimanfaatkan untuk berkebun. Konon, kuburan di tempat itu telah dipindahkan ke tempat lain. Meski begitu, masyarakat Pajam dan Wakatobi percaya, tempat itu sangat bertuah dan menjadi tempat pemujaan warga.

Kuburan Indolu menjadi tempat untuk bertirakat, berdoa, dan menyampaikan persembahan berbentuk sajen dalam segala momen. Menurut cerita, permohonan-permohonan yang disampaikan di tempat itu biasanya dikabulkan. Bahkan, permohonan hujan di musim kemarau sepanas apapun dapat diberi. Selain mempersembahkan sajen saat ada acara keluarga atau upacara adat, warga Pajam punya kewajiban untuk mempersembahkan hasil pertama panen ke kuburan Indolu.

Sumber:

Lopulalan, Dicky dan Palupi Nirmala. 2021. Sangia, Hui, Sang Hyang Dollar, dan Para Pembaca Bintang. Jakarta: Terasmitra dan Kapasungu dan didukung oleh GEF SGP Indonesia (hal. 15)

  1. La Beloro, pimpinan Forum Kahedupa Toundani (Forkani), sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Kaledupa